Senin, 15 Juli 2019

Kecemasan terhadap Pemindahan Ibukota, AMAN HST

Senin, 15 Juli 2019.
Ditemui di rumah perjuangan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kabupaten Hulu Sungai Tengah seusai menghadiri pertemuan terkait pemindahan Ibukota RI ke Kalimantan Selatan.
Ketua Badan Pelaksana Harian AMAN HST Rubi dan Ketua Badan Pelaksana AMAN Kalsel Yulius Tanang memberikan pernyataan, bahwa secara pribadi mereka mendukung jika memang nanti akan ada pemindahan Ibukota ke Kalimantan Selatan. Namun, yang harus menjadi perhatian dari pemerintah bahwa keadaan yang sangat ironis terkait keberadaan Masyarakat Adat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan. Dan rencana pemindahan Ibu Kota ini pun menjadi kecemasan untuk keberadaan Masyarakat Adat yang selama ini belum diakui keberadaannya oleh Pemerintah Pusat melalui RUU Masyarakat Adat maupun oleh Pemerintah Daerah melalui Perda. Jadi, tidak akan menutup kemungkinan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, jika nanti Pemerintah dan Masyarakat Adat tidak saling bersepakat. Seperti hal nya penolakan oleh Masyarakat Adat Tanah Bumbu melalui pernyataan AMAN Tanbu Taufik Haderani, mereka jelas menolak wacana pemindahan ibukota ke Kalsel, karena lokasi yang akan direncanakan kemungkinan besar merupakan di wilayah adat. Lantas jika Ibukota dipindah ke Kalsel, maka Wilayah Adat Dayak Meratus lah yang akan menjadi ancaman.
Selain terkait wilayah adat Rubi menyatakan bahwa "Akan terjadi perubahan lingkungan dan pola perilaku sosial, oleh karena itu kalaupun nanti akan ada pemindahan Ibukota, harapan dari AMAN HST di KALSEL mewakili Masyarakat Adat Dayak Meratus di Provinsi Kalimantan Selatan, pemerintah terlebih dahulu meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat dan kemudian dapat segera dilaksanakan Pengakuan dan Perlindungan oleh Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah melalui RUU atau Perda Masyarakat Adat.
Negara dapat lebih berkembang dan maju dengan memberdayakan kearifan lokal serta kekayaan yang ada di Negara sendiri. Baik itu kekayaan alam, keragaman suku dan budaya, untuk kesejahteraan masyarakat. Kesetaraan sosial baik dari segi pendidikan dan kesehatan dapat terpenuhi hingga tingkat pedesaan, pinggiran, hingga pegunungan dan pelosok. Khususnya lebih memperhatikan hak-hak dan kesejahteraan Masyarakat Adat yang ada di seluruh Nusantara. Bisa mempertahankan adat dan budaya sebagai identitas bangsa."
Tambah Rubi, "Kami mendukung dan sepakat jika memang untuk kepentingan bangsa dan negara dalam pemindahan ibukota tersebut, tetapi akan menjadi kecemasan apabila tidak ada kesiapan bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat di Kalimantan Selatan dalam mempertahankan Adat istiadat dan budaya serta kelestarian alamnya. Karena sesuai perkembangan modernisasi sedikit banyaknya akan berpengaruh bagi kebiasaan lingkungan sekitar ibukota."
Masyarakat Adat Dayak Meratus telah mendiami Kalimantan Selatan sebelum RI merdeka, mereka tersebar di 8 Kabupaten, yaitu HST, HSS, Balangan, Tabalong, Tanah Bumbu, Kotabaru, Tapin dan Banjar. Sebagian besar berada di wilayah Pegunungan Meratus. Mereka lah yang menjaga dan melindungi Meratus sampai saat ini dengan berpegangan teguh pada Adat Istiadat, Hukum Adat, dan Budaya serta Tradisi Leluhur. Kehidupan Masyarakat Dayak Meratus dari alam beserta isinya, maka jika wilayah mereka diambil maka akan menjadi sebuah kekhawatiran. Hutan Kalsel merupakan benteng terakhir pertahanan kehidupan.
Sehingga harus menjadi perhatian dan pertimbangan penting bagi Pemerintah terkait pengkajian pemindahan Ibukota ke Kalsel.





Penulis :
Redaksi Buletin AMAN HST


Sabtu, 13 Juli 2019

Tari Malamang Aruh Melanggar Pranata Adat

Sabtu, 13 Juli 2019.
Bertempat di Balai Paninggalan Datu Nini komunitas Adat Datarlaga, Desa Murung B Kecamatan Hantakan. Kepala Adat, Tokoh tetua Masyarakat Adat, Demang Hulu Sungai Tengah, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Hulu Sungai Tengah, beserta Masyarakat Adat setempat melaksanakan musyawarah Adat. Hal ini berkaitan dengan Pemanggilan Masyarakat Adat kepada Sanggar Seni Bima Cili Tatah Barikin melalui Kepala Adat dan difasilitasi oleh AMAN HST.
Pemanggilan tersebut bermula saat salah satu tokoh masyarakat menyaksikan di You Tube tarian yang dibawakan oleh Sanggar Seni Bima Cili Tatah Barikin yang diberi judul Tari Malamang Aruh pada event Tari Remaja 2019 di Gedung Kesenian Jakarta pada tanggal 4 dan 5 Juli 2019 mewakili Kalimantan Selatan di tingkat Nasional dan kemudian tersebar luas di masyarakat. Dalam tarian tersebut mereka memasukkan kegiatan dan hal-hal yang dianggap sakral dalam kegiatan Aruh oleh Masyarakat Adat Dayak Meratus khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Selain itu, hal yang sangat disayangkan adalah tidak adanya koordinasi dan memohon izin terlebih dahulu sebelum menampilkan gerakan tersebut dalam sebuah tarian sehingga tidak mengetahui mana gerakan yang boleh dan mana yang dilarang untuk ditampilkan.
Demang Sakarani dan Sukeran Effendi "Kami takut karena gerakkan yang ditampilkan dalam acara tersebut akan memberikan akibat kepada kami, karena ritual Aruh merupakan hal yang sangat sakral (suci) sebagai bentuk permohonan kami kepada Yang Kuasa dan para Leluhur untuk Kesehatan, Keselamatan, Umur, dan Rezki. Jadi, bila dilakukan sembarangan, maka akan berdampak pada kehidupan kami."
Ketua BPH AMAN HST Rubi, "Kami selaku organisasi Masyarakat Adat dan sekaligus Masyarakat Dayak itu sendiri wajib memfasilitasi dan membantu menyelesaikan masalah dan keluhan dari masyarakat terkait pelanggaran ini."
Pertemuan ini dihadiri oleh Ketua Dewan Adat Dayak, David yang juga membenarkan bahwa tidak ada koordinasi sebelumnya oleh Sanggar Seni tersebut kepada Masyarakat Adat Dayak sehingga menimbulkan hal yang tidak nyaman di masyarakat.
Ketua adat pun menyatakan, bahwa akan ada sanksi adat atau denda adat yang akan dikenakan kepada yang bersangkutan, Ansari selaku pengkarya Tari Malamang Aruh, jika dalam peradilan Adat nanti dia dinyatakan benar bersalah bahwa telah menggunakan kegiatan sakral dalam Aruh tanpa adanya izin terlebih dahulu. Tiga point yang menjadi keberatan Masyarakat Adat adalah penggunaan Gelang Hiyang dalam tarian yang merupakan pemanggil Roh dari leluhur Masyarakat Adat, Langgatan dan Lamang yang merupakan bagian penting dari ritual Aruh, serta Tari dan musik yang tidak sesuai dengan Adat Dayak Meratus Kabupaten HST.
Namun orang yang bertanggungjawab dalam tarian tersebut, Ansari, tidak hadir karena sedang dalam kegiatan lomba di Luar Daerah. Sehingga pertemuan tersebut akan dilaksanakan kembali sampai permasalahan dan keluhan masyarakat ini dapat terselesaikan.
Sebagai langkah awal dari penyelesaian masalah ini, Sanggar Seni Bima Cili Tatah Barikin mengajukan Permohonan Maaf secara lisan dan tertulis.
Nopi Abadi dari OKK AMAN HST, "Permohonan maaf tersebut mungkin dapat kami terima secara pribadi sebagai niat baik dari Sanggar Seni selaku Manajemen dalam membawakan tarian di event tersebut, namun karena permasalahan ini bersifat kolektif, kepada orang banyak, maka harus diselesaikan secara Adat dengan orang yang bersangkutan. Baik itu si pengkarya tari ataupun pihak manajemen."
Hal tersebut di setujui oleh tokoh masyarakat di Datarlaga seperti Ramsis dan Rusdian selaku masyarakat setempat.
Dan Yansah dari pihak Sanggar Seni Bima Cili Tatah Barikin pun menyepakati bahwa akan ada pertemuan selanjutnya yang akan diatur jadwalnya bersama AMAN HST agar segera dapat menyelesaikan masalah ini secara langsung diputuskan dalam Peradilan Adat nanti.
Permohonan maaf Sanggar seni Bima Cili Tatah untuk sementara dapat diterima oleh Tokoh Masyarakat Adat, namun kemudian akan dirumuskan kembali pada saat pertemuan berikutnya bersama pihak-pihak yang terlibat dalam pergelaran tari tersebut.





Penulis :
Redaksi Buletin AMAN HST