Kamis, 29 Oktober 2020

DEKLARASI DUKUNGAN AMAN KALSEL HAJI DENNY-DIFRI

 Banjarbaru, Selasa, 27 Oktober 2020

 


Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Selatan menyatakan dukungan terhadap pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan H. Denny Indrayana-Difriadi setelah melakukan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) bersama Dewan AMAN Wilayah, Dewan AMAN Daerah, dan Ketua BPH AMAN Daerah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Balangan, Tabalong, Tanah Bumbu, dan Kota Baru.

Ketua Badan Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Ketua BPH AMAN) Wilayah Kalimantan  Yulius Tanang menyatakan bahwa selama bertahun-tahun perhatian pemerintah atas eksistensi masyarakat adat hampir tidak terlihat. Mulai dari soal infrastruktur, pendidikan, kesempatan kerja, hingga konflik agraria.

"Kepada paslon gubernur Denny-Difri kami berharap berbagai aspirasi warga adat bisa diperhatikan," tegasnya.

Hal yang sama disampaikan oleh Ketua Badan Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Ketua BPH AMAN) Hulu Sungai Tengah, perjuangan untuk mendorong Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah masih jalan ditempat. Sehingga masyarakat adat mengharapkan pimpinan yang benar-benar sejalan dengan tujuan dan harapan bersama.

Calon Wakil Gubernur, Difriadi bersama Ketua Relawan H2D Rachmadi Engot yang berkesempatan menerima BPH AMAN Kalsel di markas besar H2D di Banjarbaru berkomitmen untuk memajukan masyarakat adat. "Sudah menjadi hak konstitusi masyarakat adat diberikan ruang untuk membangun banua. Pemerintah perlu memberikan perhatian serius atas eksistensi mereka," tandasnya.

Hal ini dideklarasikan secara resmi sebagai dukungan dari AMAN Kalsel untuk H2D.


 #(Infokom AMAN HST)

Minggu, 22 Maret 2020

Pandemik COVID-19, Dayak Meratus Kalimantan Selatan Laksanakan Ritual 'Tolak Bala'


Foto : Ilustrasi 

Minggu, 22 Maret 2020.
Para tetua Adat Dayak Meratus Provinsi Kalimantan Selatan melaksanakan Ritual 'tolak bala ' dalam mencegah berbagai penyakit dan maraknya pandemik penyebaran COVID-19 yang sedang dihadapi dunia.
Masyarakat Adat Dayak Meratus Kalimantan Selatan cepat tanggap dalam menghadapi berita ini, sehingga wilayah-wilayah perkampungan di sepakati untuk ditutup sementara dari kunjungan atau kegiatan dari pihak luar. Seperti halnya di wilayah Meratus Hulu Sungai Tengah, Ketua BPH AMAN HST telah memberikan himbauan kepada masyarakat di kampung-kampung dan umum, baik secara langsung maupun edaran di media sosial, agar aktifitas di kampung dapat dibatasi untuk sementara dan dalam waktu yang tidak ditentukan. Bersama para tetua dan kepengurusan AMAN lainnya turut mensosialisasikan kebijakan tersebut.
"Tabi-tabi Maih Sidi Sagalaan.Salam Masyarakat Adat.Sehubungan dengan situasi dan kondisi terkait peningkatan status penyebaran COVID-19 sebagai pandemik di dunia oleh WHO dan edaran dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), maka dengan ini Ketua AMAN HST dan tetua adat Dayak Meratus HST menghimbau agar semua kegiatan yang melibatkan atau mengumpulkan orang banyak dari dalam maupun luar Kab. HST menuju Meratus baik wisatawan maupun lainnya, terutama jalur Gunung Halau-halau (Bantai) untuk sementara di TUTUP, kecuali untuk Tim Kesehatan yang melakukan Poskesmas Keliling (Posling). Demikian himbauan disampaikan. Atas perhatian diucapkan terimakasih." Seperti itu pemberitahuan yang disebarkan, sehingga ada beberapa pendaki yang berencana ingin melakukan kegiatan ke Desa Juhu untuk saat ini tidak diizinkan dan terpaksa mereka harus kembali. Tidak hanya itu, berdasarkan Edaran Sekretaris Jendral AMAN Rukka Sombolinggi, AMAN HST menutup sementara aktifitas dan pelayanan di Sekretariat AMAN dan Toko Kita yang merupakan Badan Usaha Koperasi Produsen AMAN Mandiri Cabang Daerah Hulu Sungai Tengah secara offline, namun masih bisa dibuka melalui online oleh pengelola Tokit.
Hal ini adalah langkah utama yang harus dilakukan masyarakat adat Meratus, karena tidak menutup kemungkinan penyebaran COVID-19 tersebut dibawa oleh orang luar ke dalam kampung, sehingga dikhawatirkan akan mengancam kehidupan masyarakat disana, selain infrastruktur yang sulit, akses kesehatan pun masih belum memadai untuk menghadapi serangan penyakit seperti ini, sehingga para tetua bersepakat untuk melakukan langkah cepat. Para tetua menyepakati jika ada orang yang melanggar peringatan tersebut dan masih nekat memasuki wilayah masyarakat adat, maka akan dikenakan sanksi adat sesuai dengan kesepakatan yang berlaku di kampung tersebut.
Selain dari membatasi jalur keluar masuk kampung, masyarakat pun mulai menyiapkan kebutuhan sehari-hari untuk menghadapi jika nanti sampai pada masa-masa tersulit. Berupa ketersediaan pangan dan obat-obatan tradisional di setiap kampung-kampung. Selain dari pelaksanaan berbagai ritual baik untuk penolak bala dan meminta keselamatan dari para leluhur, nenek moyang, dan Tuhan YME.
Mengingat informasi terupdate saat ini tentang data penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19 yang sudah masuk ke wilayah Kalimantan Selatan seperti pada data berikut.


Hal ini menjadikan masyarakat adat Pegunungan Meratus menjadi lebih waspada dan hati-hati sampai dengan waktu yang prediksi hingga bulan Mei nanti sebagai puncak penyebaran COVID-19 ini. 
Semoga semua mendapatkan perlindungan dan keselamatan dari Tuhan YME.


Sumber: AMAN HST

Selasa, 17 Desember 2019

ANTUSIAS MASYARAKAT ADAT DAYAK BUKIT (MERATUS) HST DALAM PENDOKUMENTASIAN DATA DAN PETA WILAYAH ADAT


Setelah pelaksanaan kegiatan Lokakarya 1 Pemetaan Partisipatif Skala Luas Wilayah Adat Masyarakat Adat Dayak Bukit (Meratus) Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Sabtu dan Minggu 14-15 Desember 2019 di Balai Pawanangan Desa Labuhan untuk pendokumentasian data komunitas dan sketsa wilayah adat 29 Balai. Fasilitator Kampung (FK) dan Tim Lapangan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Hulu Sungai Tengah (AMAN HST) sudah mulai bergerak.

Salah satu Tim Lapangan, Sahliwan melakukan pendampingan pengisian data sosial komunitas Balai Atiran dan Banyu Panas untuk Penguatan Data Komunitas Adat sesuai format dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, serta untuk Percepatan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Kab. HST.

Ketua BPH AMAN HST Rubi, S.Pd. saat ditemuai menyatakan bahwa, "Saat ini yang sudah dapat kami pantau Fasilitator Kampung (FK)  yang melaksanakan pendataan ada 6 balai, Balai Atiran, Balai Banyu Panas, Balai Juhu, Balai Sumbai, Balai Datar Batung, dan Balai Buhul Kecamatan Batang Alai Timur."

"Data yang digali oleh FK berupa Sejarah, Asal usul, Batas Wilayah, Situs Peninggalan, Ritual-ritual, Struktur Kelembagaan, Peradilan Adat, Hukum Adat, Kearifan Lokal, Bahasa, Seni dan Budaya, Keanekaragaman Hayati, serta obat-obatan dan pengobatan tradisional, dan lainnya", tambah Rubi.

Sumber data FK adalah Tokoh atau tetua adat dan fakta-fakta di lapangan. FK berjumlah 3 orang perwakilan dari masing-masing balai. Sedangkan Tim Lapangan dari AMAN HST berjumlah 6 orang untuk pendampingan data sosial dan 6 orang untuk sketsa peta wilayah adat.


Sumber: AMAN HST

Sabtu, 14 Desember 2019

AMAN HST Gelar Lokakarya 1 Pemetaan Partisipatif Skala Luas Wilayah Adat


Sabtu-minggu, 14-15 Desember 2019.

Di Balai Pawanangan Desa Labuhan Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dilaksanakan kegiatan Lokakarya 1 Pemetaan Partisipatif Skala Luas Wilayah Adat  Dayak Bukit (Meratus) di Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Acara ini dihadiri oleh Tokoh-tokoh perwakilan 28 Balai Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Camat Batang Alai Timur, Camat Batang Alai Selatan, Kapolsek Batang Alai Selatan, Danramil Batang Alai selatan, Kepala Desa Labuhan, Kepala Adat Batang Alai Timur, Kepala Adat Labuhan, Kadis Perdagangan dan UMKM, dan kegiatan dibuka langsung oleh Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah Berry Nahdian Forqan, S.P., M.S.

Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah Pemetaan wilayah adat Dayak Meratus di Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Kab. HST melalui pemetaan partisipatif dengan metode skala luas. Peningkatan kapasitas dan pemahaman masyarakat adat Dayak Meratus di Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Kab. HST dalam mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di dalam ruang hidupnya, memperbaiki pengaturan, pengelolaan dan pengendalian atas pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah adatnya serta membangun kepercayaan diri supaya memiliki posisi yang lebih kuat untuk menyatakan hak-haknya dan melakukan negosiasi ruang dengan pihak-pihak lain yang dianggap sebagai lawan sengketa mereka.

Hasil Yang Diharapkan adalah adanya peta wilayah adat Dayak Meratus di Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Kab. HST sebagai bahan dalam perencanakan tata ruang,  pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat adat serta klaim hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam untuk mendorong adanya pengakuan dari pemerintah dan pihak luar. Adanya dokumentasi sejarah, budaya dan hal-hal yang berkaitan dengan profil komunitas  adat Dayak Meratus di Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Kab. HST. Masyarakat adat Dayak Meratus di Kecamatan Batang Alai Timur dan Batang Alai Selatan, Kab. HST menjadi sadar atas berbagai permasalahan di dalam ruang hidupnya dan paham untuk memperbaiki pengaturan, pengelolaan dan pengendalian atas pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah yang sudah dipetakan secara partisipatif serta memiliki posisi yang lebih kuat untuk menyatakan hak-haknya dan melakukan negosiasi ruang dengan pihak-pihak lain yang dianggap sebagai lawan sengketa.

 "Harapan kami, sejauh ini kerjasama AMAN HST dengan Pemerintah Daerah, kecamatan, desa, SKPD terkait, AMAN HST selalu memberikan dukungan positif. Kami berharap Tim Identifikasi, Verifikasi, dan Validasi yang dibentuk oleh Bupati akan segera bergerak dan memastikan Perda Masyarakat Adat akan dibahas pada tahun anggaran 2020, seperti itu lah harapan masyarakat. Karena AMAN HST mempunyai visi dan tujuan yang sama untuk mempertahankan Meratus. Masyarakat Adat dan Pemerintah Daerah tidak ingin Kab. HST hancur karena kita tidak satu pemahaman. " kata Rubi, Ketua BPH AMAN HST.
"Harus ada satu bentuk kesepakatan yang baik antara Pemerintah Daerah dengan AMAN HST, karena jika hal-hal tersebut tidak ada respon positif, maka perwakilan dari 63 balai di HST akan menghadap Bupati dan DPRD HST." tambahnya lagi.

Polsek BAS dan Danramil BAS menyatakan bentuk dukungan kepada Masyarakat Adat, segera disahkannya Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di HST agar Meratus tetap terjaga dengan kearifan lokal yang masih dapat dipertahankan oleh masyarakat setempat hingga saat ini, baik itu pengelolaan alam hingga adat istiadatnya. Tak luput pula bentuk dukungn tersebut diberikan oleh Pembakal Labuhan, Kepala Adat Labuhan, dan semua tokoh masyarakat adat di Btang Alai Timur dan Batang Alai Selatan saat kegiatan Lokakarya ini yang berlangsung dengan baik dan sesuai harapan.




Sumber : AMAN HST

Selasa, 03 Desember 2019

HST Perwakilan Kalimantan Selatan Hadiri Workshop Penguatan Lembaga Adat di Bulukumba, Sulawesi Selatan



Hulu Sungai Tengah menjadi salah satu peserta Workshop Penguatan Lembaga Adat yang di laksanakan di Bulukumba dan Komunitas Adat Ammatoa Kajang, Sulawesi Selatan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi RI dari tanggal 2 - 5 Desember 2019. 
Kegiatan tersebut juga sebagai pembelajaran untuk komunitas Masyarakat Adat di Nusantara dalam Penguatan Lembaga Adat serta mendorong Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di berbagai daerah di Indonesia. Dan secara langsung melihat komunitas Bulukumba terkait proses dan implementasi Perda Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang. 
Sementara itu Bupati AM Sukri Sappewali yang membuka acara menyampaikan terima kasih kepada Kemendikbud atas dipilihnya Kabupaten Bulukumba sebagai lokasi studi banding atau pembelajaran dari masyarakat adat dari daerah lainnya. Menurutnya dengan Perda Perlindungan Hak Adat Ammatoa Kajang menjadi payung hukum dalam melaksanakan berbagai program kegiatan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat adat Ammatoa Kajang. 
“Secara khusus juga Presiden telah mengeluarkan Keppres untuk hutan adat Kajang, sebagai pengakuan dalam pengelolaan hutan yang selama ini dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat adat,” ungkapnya. 
Beberapa narasumber pada workshop yang berlangsung sehari tersebut, yaitu Christriyani Ariani (Kemendikbud), Andi Misbawati Wawo (Kepala DLHK), Erasmus Cahyadi (AMAN) dan Andi Buyung Saputra (Pemangku Adat-Labbiria Ri Kajang). 
Adapun daerah yang mengikuti workshop, yaitu Raja Ampat (Papua Barat), Kepulauan Aru (Maluku), Halmahera Tengah (Maluku Utara), Majene (Sulawesi Barat), Sumba Timur (NTT), Sikka (NTT), Lombok Timur (NTB), Lombok Utara (NTB), Hulu Sungai Tengah (Kalsel), Barito Utara (Kalteng), Murung Raya (Kalteng), Lampung Timur (Lampung), Kampar (Riau), Indra Giri Hulu (Riau), dan Tobasa (Sumut). 
Dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah dihadiri oleh Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Hulu Sungai Tengah Rubi, S. Pd dan dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Bapak Samkani. 
Hasil dari kegiatan tersebut akan sejalan dengan usulan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang akan masuk pada perencanaan daerah tahun 2020 serta Perda No. 4 Tahun 2016 tentang Aruh dan Perlindungan Kearifan Lokal di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Seperti halnya Masyarakat Adat Ammatoa Kajang, Masyarakat Adat Pegunungan Meratus Kabupaten Hulu Sungai Tengah pun harus diakui dan dilindungi. Baik manusianya, adat istiadat dan budaya, serta hutan dan wilayah adatnya, bekerjasama antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat adat setempat.

Sumber: AMAN HST

Jumat, 29 November 2019

Penantian Panjang Masyarakat Adat Hulu Sungai Tengah!!

Foto : Manugal

UUD 1945 melalui Pasal 18B ayat (2) dan 28I ayat (3) telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat, dan memandatkan untuk menghadirkan Undang-Undang turunan khusus yang melindungi dan menghormati hak Masyarakat Adat. Maka dari itu, kehadiran Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat ini sebenarnya dimaknai sebagai wujud negara melunasi utang konstitusi, dan manifestasi kehadiran negara di tengah Masyarakat Adat.
Masyarakat Adat itu merupakan subjek hukum alamiah. Ia bahkan hadir sebelum negara ini dideklarasikan. Masyarakat Adat tidak dibentuk oleh pemerintah atau negara, karena dia bukan lembaga. Tidak ada satu pun lembaga pemerintah yang berhak untuk mengatur keberlangsungannya; hanya cukup mengakui, dan menghormati keberadaan hak Masyarakat Adat sebagai manifestasi kehadiran negara di tengah setiap elemen masyarakat sesuai dengan amanat konstitusi.
Begitu banyaknya peraturan yang menjelaskan bahwa Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat melalui Peraturah Daerah adalah kebijakan dari Pemerintah Daerah itu sendiri, tanpa harus adanya Surat Edaran atau intruksi dari Pemerintah yang berada di atasnya. Dengan tidak melaksanakannya berarti Pemerintah pun tidak mengakui bahkan menghormati hasil keputusan-keputusan tersebut. Jadi sebenarnya yang tidak memahami itu adalah siapa??
Pemerintah Daerah memiliki peran sangat penting untuk pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat. Pasal 67 ayat (2) UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan “Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah”. Terkait pasal tersebut, dalam membuat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah merupakan delegasi wewenang yang diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Konsisten dengan Pasal 67 ayat (2) UU No 41 tahun 1999 tersebut, dalam Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa “Penetapan pengakuan MHA, kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak MHA terkait dengan PPLH yang berada di Daerah kabupaten/kota merupakan urusan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota”; lalu Pasal 98 ayat (1) UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyatakan “Desa Adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota”.
Selain itu, Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat juga menyatakan “Gubernur dan bupati/walikota melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakathukum adat”; dan Pasal 6 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.32/Menlhk-Setjen/2015 Tentang Hutan Hak menyatakan “Terdapat masyarakat hukum adat atau hak ulayat yang telah diakui oleh pemerintah daerah melalui produk hukum daerah”. Demikian pentingnya peran Pemerintah Daerah dan keberadaan Peraturan Daerah, maka percepatan pengakuan masyarakat hukum adat sangat bergantung pada inisiatif Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, Kebijakan Daerah bisa lahir melalui inisiatif Kepala Daerah atau DPRD Kabupaten/Kota.
Memperhatikan Penjelasan Pasal 67 ayat (2) UU No 41 tahun 1999 bahwa Peraturan daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat setempat, dan tokoh masyarakat adat yang ada di daerah yang bersangkutan,serta instansi atau pihak lain yang terkait, inisiatif yang akan dilakukan Kepala Daerah atau DPRD Kabupaten/Kota memerlukan dukungan pakar atau akademisi hukum, dan aspirasi masyarakat atau NGO (pihak lain yang terkait). Singkatnya, kesepahaman perlu adanya sinergisitas antara Kepala Daerah atau DPRD Kabupaten/Kota, akademisi, dan masyarakat atau NGO menjadi modal utamanya.
Sebagai Negara yang menganut tradisi Civil Law System, maka dalam membaca sistem hukum Indonesia haruslah berangkat dari hierarkhi perundang-undangan yang paling kuat yakni konstitusi yang diwujudkan dalam UUD 1945. Begitu pula dalam mengelaborasi pengaturan mengenai eksistensi masyarakat hukum adat dalam sistem politik hukum Indonesia, hal yang paling mudah adalah dengan pertama kali mengkaji pengaturannya dalam UUD 1945. Pasal 18 I UUD 1945 secara tersurat menyatakan pengakuan Negara terhadap masyarakat hukum adat berserta hak asal usulnya selama masih hidup dan tidak bertentangan dengan kebijakan negara.
Begitu banyaknya kepentingan politik terkadang mengabaikan amanat yang telah ada, berbagai alasan menjadi halang rintang dalam proses Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat ini, utamanya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Subjek yang seharusnya dilindungi secara hukum, menjadi terabaikan.
Hingga saat ini, Pemerintah Daerah yang telah menerbitkan produk hukum Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Indonesia ada 43 berupa Keputusan Bupati dan ada 30 berupa Peraturan Daerah, serta ada 1 Peraturan Bupati.
Sedangkan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pengajuan Perda ini sudah dilakukan sejak tahun 2013 hingga sekarang, namun belum juga dibahas dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.



Sumber: AMAN HST









Rabu, 13 November 2019

PETAKAN WILAYAH ADATMU, SEBELUM DIPETAKAN OLEH ORANG LAIN !!

Kamis, 14 November 2019. 

Ketidakpastian wilayah hidup komunitas-komunitas masyarakat adat/lokal telah menjadi persoalan yang menonjol dalam pengelolaan ruang hidup. Semakin merebaknya sengketa terbuka atas ruang antara masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut dengan pihak luar dimulai oleh adanya kebijakan penataan ruang yang tidak memperhatikan hak-hak komunitas yang hidup di wilayah tersebut. Konflik Sosial dan Bencana Alam bisa saja terjadi dengan dimulai oleh kebijakan penataan ruang yang menapikan hak-hak komunitas masyarakat adat serta daya dukung alam.
Persoalan ini menjadi motivasi para aktivis gerakan sosial untuk mengembangkan alat yang dikenal dengan community mapping atau di Indonesia disebut dengan pemetaan komunitas partisipatif atau pemetaan partisipatif.  Alat ini dikembangkan dengan memadukan metode-metode partisipatif dalam penelitian sosial dan pemetaan (katografi). Pemetaan partisipatif ini dimaksudkan untuk memampukan/memberdayakan komunitas-komunitas masyarakat adat/lokal untuk mengatur, mengurus dan mengendalikan penggunaan ruang di wilayah hidupnya. 
Dengan alat ini komunitas-komunitas masyarakat adat difasilitasi dalam serangkaian proses yang partisipatif untuk menegaskan keberadaannya sebagai masyarakat adat dan sekaligus mendeliniasi wilayah hidupnya berdasarkan asal-usul leluhurnya. Alat ini juga digunakan untuk menyusun rencana pengelolaan dan pengembangan wilayah komunitas untuk menjamin kelangsungan kehidupan mereka yang lebih baik dan berkelanjutan dimasa sekarang dan masa depan.
Pemetaan Partisipatif bukan hanya sekedar kegiatan mengukur-ukur wilayah saja atau halhal yang berkaitan dengan teknis memetakan suatu wilayah saja. Seorang fasilitator pemetaan partisipatif dituntut bukan hanya memiliki kemampuan pemetaan saja, tetapi juga harus memiliki kemampuan non teknis diluar pemetaan.

Hari ini, merupakan materi terakhir pelatihan pemetaan yang telah diselenggarakan selama 7 hari (materi di dalam kelas selama 5 hari dan materi praktek lapangan selama 2 hari) yang dimulai dari tanggal 8 sampai dengan 14 November 2019. PD AMAN HST sebagai tuan rumah, kegiatan tersebut  bertempat di Komunitas Masyarakat adat Desa Datar Batung, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Sebagai fasilitator dan narasumber pelatihan merupakan orang sudah berpengalaman dalam memfasilitasi kegiatan pemetaan partisipatif dan tentunya memahami alur proses pemetaan. Kegiatan ini di fasilitasi oleh UKP3 Wilayah dan PB AMAN.
Narasumber dalam kegiatan ini adalah :
Yulius Tanang (Ketua BPH PW AMAN Kalimantan Selatan), Rubi (Ketua BPH PD AMAN Hulu Sungai Tengah), dan SLPP Kalimantan Selatan.

Peserta yang mengikuti pelatihan ini adalah;
UKP3 Wilayah Kalimantan Selatan,
UKP3 Daerah Hulu Sungai Selatan,
UKP3 Daerah Balangan,
UKP3 Daerah Tanah Bumbu,
UKP3 Daerah Kotabaru, dan
UKP3 Daerah Hulu Sungai Tengah.

Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan dan memperbanyak kader-kader Fasilitator Pemetaan Partisipatif di Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah AMAN untuk mempercepat gerakan pelayanan pemetaan partisipatif kepada komunitas-komunitas Anggota AMAN.
Serta meningkatkan kualitas dan pemahaman UKP3 Pengurus Wilayah dan UKP3 Pengurus Daerah dalam kerja pelayanan pemetaan partisipatif kepada komunitas-komunitas Anggota AMAN.



Sumber: AMAN HST